Review: Holycow Malang, Apa Beda dengan Cabang Lain?

Holycow di Malang belum lama buka, baru sekitar beberapa minggu lalu di Camp Malang Jl Raya Dieng no. 32 dekat toko buku Togamas Malang. Si adek yang pengin makan steak disini, ketika kami tiba di Holycow baru ini nuansa baru-bukanya sangat kerasa sih. Masih banyak karangan bunga ucapan selamat baru buka. Interior Holycow cabang ini juga bagus, ala resto banget sih dengan kursi dan meja kayu dengan ruangan keseluruhan menimbulkan kesan eksklusif elegan. Duh lupa foto interiornya. Beda banget dengan Holycow daerah dekat Pasific Place dan Kelapa Gading yang sering saya kunjungi dengan desain interiornya yang lebih terasa warung banget.

Kami disambut dengan waiter dan mendapatkan tempat di sisi jendela, well memang pilihan kami sih. Restoran itu nggak ramai, cuma beberapa orang yang berada di dalamnya. Entah mungkin karena kami mampirnya siang atau memang karena populasi Malang lebih banyak mahasiswa jadi mainnya nggak ke resto-resto steak.

Semua menunya sama dengan Holycow di cabang manapun yang pernah saya kunjungi, hanya saja sih disini nggak ada free flow minuman seperti Holycow lain yang pernah saya kunjungi. Ehm cukup mengecewakan sebenarnya karena salah satu layanan yang saya sukai dari Holycow adalah beberapa menu minuman bisa free flow sampek puas. Terakhir saya makan di Holycow Surabaya Town Square juga free flow kok.

Si adek memesan wagyu sirloin 200 gram dan saya memesan big bites rib eye 400 gram tapi dengan harga yang lebih murah dari wagyu. Big bites saya ternyata banyak banget datengnya dan rasanya juga enak meskipun nggak habis tapi bisa minta bungkus sisanya untuk dimakan di rumah kok. Kenyang dan puaslah soal porsinya, kenyang seharian haha! Rasanya tetep aja enak, karena itu steak made by Holycow selalu jadi favorit saya.

wagyu sirloin, mashed potato, buncis dan jagung rebus, saus jamur

image

Continue Reading

Review: Mie Baraccung Surabaya Barat, Another Mie dengan Level Pedas

Adik saya yang barusan masuk kuliah membawa pulang mie pangsit sebagai oleh-oleh dari acara jalan-jalannya. Saya kebagian satu kotak juga, mie yang katanya mie pedasĀ itu. Dia bilang membelinya tak jauh dari rumah. Satu kotak mie dihidangkan dengan topping ayam dan pangsit, sayuran, sosis dan somay goreng. Kata dia level 3 dan kalau saya suka saya bisa beli dengan gampang karena letaknya yang dekat, namanya Mie Baraccung.

Saya nyicip dikit dan merasa setuju bahwa mie ini layak coba, enak kok. Pada sendok kedua yang saya makan baru deh berasa pedesnya. Muka saya mulai memerah. Kata si adek, hitungan levelnya berdasarkan takaran sambal di sendok teh. Level 1 untuk satu sendok teh, level 2 untuk 2 sendok teh sambal dan seterusnya. Tapi ini ehm, seriusan pedas untuk ukuran yang dibilang sambelnya cuma 3 sendok teh. Muka saya memerah dan bibir saya mulai berasa tebel haha, beneran pedes bahkan bagi penggemar makanan pedas bagi saya.

Tapi kok nagihin banget ya pedesnya? Haha dasar! Beberapa minggu kemudian saya berhasil ‘memaksa’ suami nemenin makan di Mie Baraccung ini.

image
porsinya pas banget, ditemani es teh manis yumm!

Kami menemukan warungnya masuk gang, memang nggak oke sih kalau bawa mobil. Jadi kalau kesitu harus bawa motor. Jadi tempat makannya itu di teras rumah empunya tempat makan. Ada meja kursi yang berjajar di teras, dekat taman bahkan ruang tamu untuk tempat makan pelanggan. Sayangnya karena sudah keburu laper jadi nggak kepikiran fotoin suasananya. Next mungkin sih ya.

Continue Reading